Solusiindonesia.com – Udara pagi di halaman Balai Kota Malang, Senin (28/10/2025), terasa berbeda. Setelah upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 usai, suasana berubah menjadi hangat dan menggugah. Iringan musik tradisional berpadu dengan tepukan tangan penonton ketika para penari dari Sanggar Manggala tampil di atas panggung kehormatan.
Gerakan mereka yang anggun dan energik menggambarkan semangat persatuan — menggugah siapa pun yang menyaksikan. Namun, puncak emosional justru terjadi ketika bendera merah putih sepanjang 100 meter dibentangkan di depan Balai Kota. Ribuan pasang mata menatap dengan bangga, sebagian bahkan tak kuasa menahan haru.
“Saat bendera itu terbentang, bulu kuduk saya berdiri,” tutur Baihaqi, Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kota Malang. “Maknanya bukan sekadar seremonial, tetapi simbol bahwa pemuda Indonesia harus terus bangga pada merah putih, menjaga semangat juang, dan mengabdikan diri untuk negeri.”
Menurut Baihaqi, tahun ini peringatan Sumpah Pemuda di Kota Malang memang dikemas berbeda. Selain upacara, rangkaian acara menampilkan kolaborasi seni, budaya, dan partisipasi komunitas pemuda dari berbagai bidang. “Kami ingin menunjukkan bahwa pemuda Malang bukan hanya tangguh di bidang olahraga, tapi juga kaya kreativitas dan karakter budaya,” ujarnya.
Disporapar, lanjutnya, terus berupaya membangun ruang bagi generasi muda agar mampu menjadi pelaku utama pembangunan daerah. “Kami berikan pelatihan digital marketing, wirausaha kreatif, dan program pemuda pelopor.
Tujuannya jelas: agar mereka bukan sekadar objek, tapi subjek pembangunan — pemuda yang berdaya saing dan berprestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional,” katanya.
Sementara itu, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat yang turut hadir dan membacakan sambutan Menteri Pemuda dan Olahraga RI, menegaskan bahwa peringatan Sumpah Pemuda bukan hanya ritual tahunan, melainkan momentum refleksi dan pembuktian diri.
“Semangat Sumpah Pemuda harus hidup di hati setiap generasi muda,” ujar Wahyu. “Pemuda Malang harus menjadi pelaku perubahan, bukan penonton. Gunakan kecerdasan, kreativitas, dan teknologi untuk hal-hal positif yang membawa manfaat bagi masyarakat.”
Wahyu juga berpesan agar pemuda tidak pernah melupakan akar budaya dan nilai persatuan. “Perbedaan suku, agama, dan budaya adalah kekayaan bangsa, bukan penghalang. Mari terus bergandengan tangan, membangun Indonesia yang kuat, adil, dan sejahtera. Masa depan negeri ini ada di tangan para pemuda,” tutupnya dengan penuh keyakinan.
Sorotan merah putih di langit Balai Kota pagi itu menjadi penanda: semangat Sumpah Pemuda masih menyala. Dari lantunan musik, gerak tari, hingga kibaran bendera raksasa — semuanya menjadi pengingat bahwa perjuangan membangun bangsa tak pernah selesai. Ia hidup di dada setiap pemuda yang mencintai Indonesia sepenuh hati. (*)










