Solusiindonesia.com – Pada 23 Februari 2008 lalu, sebuah pesawat pembom siluman B-2 Spirit milik Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) mengalami kecelakaan fatal beberapa saat setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Andersen, Guam. Meski seluruh pesawat hancur, dua awak berhasil selamat usai melontarkan diri dari kokpit.
Kecelakaan ini menjadi kerugian operasional pertama dari armada B-2 dan, hingga tahun 2024, tetap tercatat sebagai salah satu dari hanya dua B-2 yang hilang. Dengan nilai kerugian mencapai US$1,4 miliar (setara sekitar US$1,96 miliar pada 2023), insiden ini disebut sebagai kecelakaan pesawat termahal dalam sejarah penerbangan militer.
Pesawat yang jatuh dioperasikan oleh Skuadron Bom ke-393, Wing Bom ke-509, Pangkalan Udara Whiteman, Missouri, dan telah mencatat 5.100 jam terbang. Kedua awak, Mayor Ryan Link dan Kapten Justin Grieve, tidak dapat mengendalikan pesawat saat salah satu ujung sayap menyentuh tanah. Mereka melontarkan diri sesaat sebelum benturan.
Pasca insiden, semua penerbangan B-2 di seluruh dunia ditangguhkan sementara untuk evaluasi keselamatan. Komandan Wing saat itu, Brigadir Jenderal Garrett Harencak, menyebut langkah tersebut sebagai “jeda keselamatan”, hingga penyelidikan menyeluruh selesai. Armada B-2 kembali beroperasi pada 15 April 2008.
Penyebab Jatuhnya B-2: Sensor Basah dan Perhitungan Salah
Laporan penyelidikan menyatakan bahwa penyebab utama kecelakaan adalah kondensasi air akibat hujan deras yang masuk ke sistem sensor data udara pesawat. Tiga transduser tekanan mengalami kerusakan, yang menyebabkan komputer penerbangan salah menghitung kecepatan dan sudut serang.
Akibat data keliru tersebut, pesawat lepas landas dengan kecepatan lebih lambat dari yang seharusnya, dan sistem secara otomatis memberikan perintah pitch-up ekstrem hingga 30 derajat. Hal ini memicu stall dan yaw yang berujung pada penurunan tak terkendali. Ujung sayap kiri mencungkil tanah dan pesawat jatuh serta terbakar akibat bahan bakar yang meledak.
Dampak Langsung dan Respons Militer
Kecelakaan tersebut memicu penarikan darurat pesawat B-2 lain yang sedang terbang dan mendarat darurat di Guam. Untuk sementara, posisi B-2 digantikan oleh enam pesawat Boeing B-52 dari Skuadron Bom ke-96, Wing Bom ke-2, Pangkalan Udara Barksdale, Louisiana.
Salah satu pilot sempat dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut Guam, sementara yang lainnya hanya menjalani observasi medis dan segera dipulangkan. Selain kerugian materiel, insiden ini juga menimbulkan keprihatinan mendalam dalam komunitas militer karena menyangkut kemampuan sistem kontrol siluman paling canggih milik AS.
Insiden ini menjadi pengingat penting tentang ketergantungan sistem militer canggih pada sensor dan perangkat lunak yang akurat, serta pentingnya prosedur inspeksi menyeluruh, bahkan terhadap kelembapan sekecil apapun. (*)