Malang Raya

Koordinator Daerah BEM Nusantara Jawa Timur: 100 Hari Kerja Gubernur Jatim: Retorika Menggelegar, Realita Masih Tercecer

×

Koordinator Daerah BEM Nusantara Jawa Timur: 100 Hari Kerja Gubernur Jatim: Retorika Menggelegar, Realita Masih Tercecer

Sebarkan artikel ini
Aksi damai mahasiswa saat menyampaikan aspirasinya didepan gedung DPRD Kota Malang / solusiindonesia.com

Solusiindonesia.com – Genap 100 hari masa kerja Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, namun gejolak sosial dan ketimpangan pembangunan di provinsi ini belum menunjukkan perbaikan berarti.

Naufal Rizky Firdaus, Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Koordinator Daerah BEM Nusantara Jawa Timur, menyebut kinerja tersebut sebagai “wacana yang kencang, realisasi yang lamban.”

Naufal menyampaikan kritik tajam berbasis data, dengan menyoroti empat aspek utama: ketimpangan pembangunan, stunting, kemiskinan struktural, dan krisis transparansi pendidikan.

Ketimpangan Pembangunan: Madura Masih Diabaikan

Data BPS mencatat bahwa per Maret 2024, Kabupaten Sampang memiliki angka kemiskinan tertinggi di Jatim, yakni 19,5%, disusul Sumenep 18,1%, dan Bangkalan 17,8%. Sementara itu, di Surabaya dan Sidoarjo, angka kemiskinan bahkan tidak mencapai 5%.

“Ini bukan sekadar statistik, ini alarm. Artinya, pembangunan hanya menyentuh pusat ekonomi, sementara pinggiran—seperti Madura—tertinggal jauh. Ini bentuk kegagalan pemerataan,” tegas Naufal.

Ia menuding bahwa jargon “pemerataan pembangunan” dari gubernur hanya menjadi narasi populis tanpa peta jalan yang konkret, mengingat minimnya proyek infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan di kawasan tertinggal.

Stunting: Gagal Capai Target, Anak Miskin Jadi Korban

Berdasarkan rilis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, prevalensi stunting per akhir 2024 adalah 17,7%. Artinya, dari setiap 100 anak, sekitar 18 mengalami gangguan pertumbuhan kronis. Angka ini masih jauh dari target nasional 14% pada 2024, dan Jatim masih berada di atas rata-rata nasional.

“Seratus hari kerja tidak terlihat langkah drastis. Padahal, stunting bukan sekadar soal gizi, tapi soal masa depan generasi. Ini bukan angka, ini nyawa,” ujar Naufal lantang.

Kemiskinan: 3,89 Juta Penduduk Masih Hidup di Bawah Garis

Per September 2024, jumlah penduduk miskin di Jawa Timur tercatat 3,89 juta orang (9,56%), menurut BPS. Angka ini menempatkan Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbesar di Indonesia.

“Fakta ini menyayat. Jawa Timur menyumbang produksi pangan nasional terbesar, tetapi rakyatnya masih lapar. Di mana keadilan distribusi ekonomi?” kritik Naufal.

Ia juga menyindir program-program seperti bantuan tunai dan sembako yang bersifat “karitatif dan tidak menyentuh akar struktural kemiskinan.”

PPDB dan Komersialisasi Pendidikan

BEMNUS Jatim juga mengkritik sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang dinilai penuh kecurangan, manipulasi domisili, dan pungutan liar.

“Setiap tahun, PPDB bikin rakyat stres. Sekolah negeri jadi mimpi langka bagi anak-anak miskin, sementara anak pejabat bisa ‘loncat zonasi’. Ini korupsi pendidikan dalam bentuk baru,” tegas Naufal.

Ia menyebutkan bahwa pemerintah provinsi belum memiliki sistem digitalisasi dan pengawasan yang ketat untuk menjamin keadilan dan transparansi.

Tuntutan Mahasiswa: Evaluasi Serius, Bukan Klarifikasi Manis

BEMNUS Jawa Timur menyampaikan empat tuntutan strategis:

  1. Pemerintah Provinsi menerbitkan peta jalan pemerataan pembangunan berbasis wilayah tertinggal, dengan skema anggaran yang adil.
  2. Lakukan intervensi terintegrasi penanganan stunting, tak hanya fokus pada distribusi makanan, tapi juga edukasi ibu hamil dan layanan posyandu.
  3. Alihkan program bantuan sosial yang bersifat sementara menjadi investasi ekonomi produktif berbasis komunitas.
  4. Lakukan reformasi menyeluruh terhadap sistem PPDB dan pungutan sekolah, dengan audit menyeluruh oleh Inspektorat Provinsi dan Ombudsman.

“Kami siap mengawal, berdialog, dan jika perlu, turun ke jalan. Ini bukan soal politik, ini soal nurani dan masa depan Jawa Timur,” pungkas Naufal Rizky Firdaus.

slide 1
Image Slide 2
Image Slide 1