Scroll untuk melanjutkan berita!
Iklan di Solusiindonesia.com
Malang Raya

Eks Dosen UIN Malang Yai Mim Klaim Pengusiran dari Joyogrand Sudah Dirancang

×

Eks Dosen UIN Malang Yai Mim Klaim Pengusiran dari Joyogrand Sudah Dirancang

Sebarkan artikel ini
KH Imam Muslimin atau Yai MIM / foto: tangkapan layar yt

Solusiindonesia.com — Kasus pengusiran eks dosen UIN Malang, Imam muslimin atau Yai Mim dari Perumahan Joyogrand Lowokwaru kota Malang rupanya bukan insiden spontan.

Menurut Yai Mim peristiwa itu telah dikondisikan dan dipicu oleh konflik pribadi dengan tetangganya, Nurul Sahara beserta suami terkait parkir mobil rental

Yai Mim menuturkan, awal mula dirinya dan sang istri, Rosida Vignesari, diusir setelah Ketua RW menanyakan domisili KTP mereka. Pertanyaan itu muncul usai kasusnya dengan Sahara viral di media sosial. Saat ditanya, Yai Mim mengaku masih ber-KTP di alamat kelurahan lain.

Ketua RW kemudian menilai hal itu fatal dan meminta pasangan tersebut segera mengurus kepindahan. Yai Mim menjelaskan, belum sempat mengurus perpindahan karena masih ada urusan administrasi haji istrinya dengan pihak keluarga.

Setelah itu, Yai Mim segera menindaklanjuti saran Ketua RW dengan mengurus dokumen kepindahan. Salah satu syarat administrasi tersebut membutuhkan tanda tangan Ketua RT 09/RW 09 Joyogrand Kavling Depag, Prajogo Subiarto. Namun, menurutnya, Ketua RT sulit ditemui meski telah didatangi ke rumahnya.

Karena itu, Yai Mim berinisiatif mencarinya di musala perumahan. Di sana, ia mendapati Ketua RT sedang menunaikan salat.

Ia mengaku menunggu di belakang dan tidak ikut salat agar bisa langsung meminta tanda tangan begitu salat selesai.

“Isya saya datang kira-kira salat tinggal satu rakaat lagi ada pak RT, saya sanggong persis di belakang sambil bawa tanda tangan (dokumen). Begitu pak RT salam, saya emang sengaja gak salat soalnya khawatir dia lari. Intinya mau tanda tangan pak RTz kata Yai Mim seperti dilansir dari Channel YouTube Deny Sumargo, Minggu (5/10/2025).

Namun, bukan respons baik yang diterimanya. Ketua RT justru marah dan menyebut Yai Mim diusir serta ditolak menjadi warga Perumahan Joyogrand Kavling Depag. Bahkan, Ketua RT memperlihatkan surat kesepakatan dengan tanda tangan seluruh warga yang menolak kehadirannya.

“Bukan pak RT, tapi Pak RW juga, OK pak RW juga tanda tangan,” ujar Yai Mim menirukan Ketua RT, Prajogo.

Dalam kesempatan itu, Yai Mim mengaku menanyakan langsung kepada beberapa warga yang berada di musala apakah mereka ikut menandatangani surat tersebut.

Dari situ, ia mengetahui bahwa yang benar-benar menolak hanyalah RT, RW, dan ketua takmir masjid bernama Nur Hidayat.

Beberapa warga lain mengaku hanya ikut-ikutan tanda tangan dalam rapat tanpa tahu isi kesepakatan. Salah satunya, tetangganya bernama Edi Bekti.

“Pak Edi Bekti, Pak Edi yang nawarkan tanah orang Bali kepada saya. Pak Edi sampean ngusir saya? ya, saya hanya diajak ikut rapat, apa boleh orang tinggal di suatu tempat diusir. Artinya orang ini gak jelas, gak ngusir lah bahasanya,” jelas Yai Mim.

“Berikutnya yang imam salat saya tidak tahu namanya di sana saya tanya, pak imam sampean tandan tangan, ya? sampean ngusir saya gak? saya hanya datang saja dalam rapat itu. Orang-orang tanda tangan, ya tanda tangan,” imbuhnya.

Menurut Yai Mim, pengusiran tersebut telah dikoordinir oleh Ketua RT, RW, dan Sahara. Ia menyebut total ada 25 orang yang menandatangani surat kesepakatan.

“Jadi yang punya inisiatif mengumpulkan seluruh warga adalah pak RT dan Pak RW serta ketua takmir itu dilakuin semua dan Mbak Suhara (Sahara) dan suaminya. Jadi inisiatif pak RT, Pak RW Pak Nur Hidayat (ketua takmir) Ibu Suhara dan suaminya ada 25 yang tanda tangan,” beber Yai Mim.

Sementara istrinya, Rosida Vignesari, menyayangkan adanya surat pengusiran tersebut karena mereka berdua tidak pernah dihubungi atau diajak bicara sebelumnya.

“Terus terang sekarang ini saya merasa sepertinya ada gerakan, gak tahu siapa yang mengerahkan agar para tetangga ini tidak menyapa kami jadi kami diasingkan,” ujar Rosida.

Di sisi lain, Ketua RT 09/RW 09 Joyogrand, Prajogo Subiarto, menjelaskan bahwa kondisi lingkungan berubah sejak muncul konflik antara Yai Mim dan Sahara.

“Sebelumnya suasana di sini tenang, saya jadi RT sejak 2019 tidak ada masalah. Jadi ketika bulan Juli sampai September sekarang ini banyak kegaduhan yang ditimbulkan,” kata Prajogo.

“Perseteruan awalnya karena masalah tanah, bakar-bakar lahan, personal membuat kata-kata yang (tidak pantas) kepada ibu-ibu di sini,” sambungnya.

Ia menegaskan, surat pengusiran disepakati bersama warga karena Yai Mim dianggap membuat suasana tidak kondusif.

“Ini yang membuat kami menyepakati adanya 5 poin yang kami tuliskan di surat pengusiran. Sebenarnya dia bukan tercatat sebagai warga di sini, melainkan warga Candi Badut, Karangbesuki,” tegas Prajogo.

Prajogo juga membantah tudingan bahwa Yai Mim tidak pernah diajak musyawarah. Menurutnya, upaya mediasi sudah beberapa kali dilakukan, namun tidak berjalan baik karena Imam Muslimin dianggap kembali memicu kegaduhan.

“Sebelumnya di beberapa waktu di Juli sudah dimediasi dengan pengurus RT untuk tidak membuat kegaduhan, tapi mengulang lagi. Kemudian dipertemukan dengan beberapa orang dan tetangganya, Bu Sahara itu masih juga terulang. Lalu, saya sendiri juga sudah mengingatkan,” terangnya.

“Kemudian dia (Imam Muslimin) mengajak mediasi. Saya mengatakan bahwa saya siap membantu mediasi. Tapi mengulang terus menerus, seperti kegaduhan yang viral itu,” sambungnya.

Image Slide 1
Instagram Solusiindonesia