Solusiindonesia.com — 32 Tahun sejak kepergiannya, nama Marsinah terus menggelora dalam arus deras perjuangan kaum pekerja Indonesia. Ia menjadi simbol perlawanan mencari keadilan. Seorang buruh perempuan yang mempertaruhkan nyawa secara tragis, untuk mengangkat harkat sejawatnya.
Bulan Mei 1993, menjadi awal Malapetaka itu terjadi. Marsinah perempuan asal Nganjuk Jawa Timur itu tampil di depan mengadvokasi rekan-rekannya menyuarakan tuntutan hak atas keputusan perusahaan ia bekerja di Sidoarjo yang tetap mempertahankan gaji buruh 1.700 perbulan, dan kenaikan hanya menyasar tunjangan bukan gaji pokok, padahal UMP Pemprov Jatim kala itu sudah ditetapkan sebesar 2.250 rupiah.
Marsinah menentang kebijakan itu. Ia memimpin rekan-rekannya untuk menolak. Baginya itu sangat tidak adil, sebab jika ia sakit, berarti dirinya tidak mendapatkan hak tunjangan itu. Sebagai perempuan, tidak mustahil Marsinah dan buruh perempuan lainnya banyak absen kerja karena hamil, melahirkan dan sebagainya.
Atas penolakan itu, para buruh sepakat mogok kerja dan marsinah sebagai pemimpin dan inisiatornya. Dan Pemogokan Massal pun terjadi.
Pada 8 Mei 1993, Jasad Marsinah ditemukan tewas di sebuah gubuk hutan Wilangan, Nganjuk Jawa Timur. Hasil Autopsi, ada tanda-tanda kekerasan pada diri Marsinah, termasuk dikuatkan hasil visum, terdapat luka-luka di bagian bawah tubuh. Banyak tulangnya patah. Organ-organ dalamnya rusak.
Tragis, meski 32 tahun berlalu dan penyebab kematian Marsinah terkuak, namun hingga saat ini pembunuh perempuan yang mengadu nasib dari kampung halamannya Ngajuk ke Sidoarjo itu tak kunjung terungkap.
Kini warisan perjuangan Marsinah terus disuarakan para buruh dan pekerja Indonesia. Ia menjadi simbol dalam perjuangan menuntut keadilan dan Hak Asasi Manusia. Para senimanpun mengekpresikan perjuangan Marsinah lewat banyak karya seni film seperti Marsinah Cry Justice, lagu perjuangan dan berupa puisi lainnya. Monumen perjuangannya berdiri tegak di kota asalnya Nganjuk Jawa Timur.
Marsinah telah tiada, namun ruh perjuangan melawan ketidak Adilan terus bergelora disetiap hati buruh, kaum marginal dan kaum miskin kota lainnya.