Solusiindonesia.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tengah menelusuri aspek legalitas lahan dalam penyidikan dugaan korupsi pengadaan lahan proyek jalan tol Trans Sumatera (JTTS) tahun anggaran 2018-2020.
“Kasus ini berkaitan dengan proses pengadaan lahan di sekitar jalan tol, sehingga KPK perlu memastikan legalitas dari lahan-lahan yang dimaksud,” ujar Juru Bicara KPK Budi dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (21/10/2025)
Budi menjelaskan, pendalaman dilakukan melalui pemeriksaan terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan, Banten, atau perwakilannya yang dipanggil sebagai saksi pada (20/10/2025).
“Dalam proses pengadaan lahan ini, KPK menemukan adanya indikasi pengondisian sejak awal, di mana sejumlah pihak telah melakukan pembelian lahan lebih dulu untuk kemudian dijual dalam proyek pembangunan di kawasan Jalan Tol Trans Sumatera,” ungkapnya.
KPK sebelumnya, pada 13 Maret 2024, telah mengumumkan dimulainya penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan proyek JTTS periode 2018–2020.
Dalam penyidikan tersebut, KPK telah menetapkan tiga tersangka, yakni mantan Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) Bintang Perbowo (BP), mantan Kepala Divisi PT HK M. Rizal Sutjipto (RS), serta Komisaris PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) Iskandar Zulkarnaen (IZ). Selain itu, PT STJ juga ditetapkan sebagai tersangka korporasi.
Namun, penyidikan terhadap Iskandar Zulkarnaen dihentikan setelah yang bersangkutan meninggal dunia pada 8 Agustus 2024.
Sementara itu, pada 6 Agustus 2025, KPK resmi menahan Bintang Perbowo dan M. Rizal Sutjipto.
Dalam kesempatan yang sama, KPK mengumumkan nilai kerugian keuangan negara yang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencapai Rp205,14 miliar.
Dari jumlah tersebut, sebesar Rp133,73 miliar berasal dari pembayaran PT Hutama Karya kepada PT STJ atas lahan di Bakauheni, dan Rp71,41 miliar dari pembayaran lahan di Kalianda keduanya berada di Provinsi Lampung.










