Solusiindonesia.com — Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengizinkan permohonan pemindahan tempat penahanan Muhamad Kerry Adrianto Riza, putra dari tersangka Riza Chalid ke Rutan Kelas I Jakarta Pusat Salemba.
“Mengabulkan permohonan tim penasihat hukum terdakwa Muhamad Kerry Adrianto Riza,” kata Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji dalam amar penetapan yang dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Berdasarkan penetapan Nomor 102/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst tertanggal Senin (20/10), majelis mempertimbangkan aspek kesehatan sebagai dasar keputusan.
Hasil resume medis Rumah Sakit Adhyaksa Jakarta pada 22 Agustus 2025 menunjukkan Kerry mengalami peradangan paru-paru (pneumonia).
Rutan Salemba dinilai lebih memadai karena memiliki layanan kesehatan berakreditasi “paripurna” dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sehingga dianggap mampu memberikan perawatan lebih baik ketimbang Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, tempat Kerry sebelumnya ditahan.
Majelis hakim juga memerintahkan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat segera melaksanakan proses pemindahan tersebut. Permohonan itu sendiri telah diajukan oleh kuasa hukum Kerry melalui surat tertanggal 13 Oktober 2025.
Penasihat hukum Kerry, Lingga Nugraha, menyambut baik keputusan tersebut. Ia menyebut pertimbangan majelis hakim telah menempatkan aspek kemanusiaan dan kebutuhan hukum secara proporsional.
“Kami menghormati dan mengapresiasi pertimbangan majelis hakim yang mengutamakan kondisi kesehatan klien kami,” tutur Lingga.
Menurutnya, pemindahan penahanan ini juga akan mempermudah jalannya proses hukum, baik dalam agenda sidang maupun keperluan penyidikan lanjutan bila keterangan Kerry dibutuhkan.
Dalam perkara pokoknya, Kerry yang merupakan pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa didakwa memperkaya diri hingga Rp3,07 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023. Kasus ini disebut menimbulkan kerugian negara senilai Rp285,18 triliun.
Kerry diduga terlibat dalam skema pengadaan sewa kapal dan tangki bahan bakar minyak (TBBM) bersama sejumlah pihak, yang mengakibatkan keuntungan besar bagi dirinya dan korporasi terkait.
Atas perbuatannya, ia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.










