Solusiindonesia.com — Dugaan korupsi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) tahun anggaran 2024–2025 kembali menegaskan pola lama praktik penyalahgunaan dana publik di daerah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai kasus korupsi dinas PUPR OKU mirip dengan skandal dana hibah di Jawa Timur yang terjadi beberapa tahun lalu.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan modusnya serupa: dana pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD dialihkan ke proyek yang dikelola Dinas PUPR, kemudian terjadi praktik jual beli proyek.
“Ada fee dari pihak swasta kepada anggota DPRD yang mengusulkan pokir. Dana masuk APBD, ke DIPA Dinas PUPR, kemudian proyek. Hasilnya tidak maksimal,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (29/10/2025).
Praktik ini mengindikasikan sistem kelembagaan yang memungkinkan bocornya anggaran publik. Separuh anggaran yang seharusnya membiayai pembangunan publik justru hilang ke pihak yang tidak berkepentingan langsung, sementara masyarakat menerima fasilitas yang setengah jadi.
Baca Juga: KPK Telusuri Legalitas Lahan Proyek Tol Trans Sumatera (JTTS)
Kasus ini terbongkar setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Maret 2025. Enam orang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah dan beberapa anggota DPRD OKU. Penetapan tersangka terbaru pada 28 Oktober 2025 menambah empat nama, termasuk Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto dan dua pihak swasta.
Tempo mencatat bahwa proyek yang menjadi sasaran dugaan korupsi sebagian besar menyasar infrastruktur publik, termasuk pembangunan jalan dan fasilitas publik strategis. Warga OKU melaporkan beberapa proyek sering terlambat selesai, rusak cepat, atau tidak sesuai spesifikasi.
Pengamat tata kelola pemerintahan, Dr. Hendra Wibowo, menilai kasus ini menunjukkan perlunya reformasi serius dalam mekanisme penganggaran pokir.
“Kalau pola ini tidak dihentikan, tidak hanya OKU, banyak daerah lain akan menghadapi kebocoran anggaran yang sama,” ujarnya. Sesuai yang dilansir oleh Antaranews
KPK berjanji akan menelusuri aliran dana dan pihak-pihak yang terlibat. Namun, dugaan Tempo, pencegahan sistemik menjadi tantangan lebih besar daripada penegakan hukum terhadap individu semata.










